Qur'an Per Kata Surat An-Nisā' Ayat 1-10

رَبَّكُمُ

اتَّقُوْا

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ

kepada Tuhanmu

bertakwalah 

wahai manusia

مِّنْ نَّفْسٍ

خَلَقَكُمْ

الَّذِيْ

dari diri 

telah menciptakan kamu

 yang 

مِنْهَا

وَّخَلَقَ

وَّاحِدَةٍ

dari (diri) -nya

dan (Allah) menciptakan 

yang satu (Adam) 

مِنْهُمَا

وَبَثَّ

زَوْجَهَا

dari keduanya 

dan dikembangbiakkan

pasangannya (Hawa)

 ۚوَّنِسَاۤءً

كَثِيْرًا

رِجَالًا

dan (juga) perempuan (yang banyak)

yang banyak

 laki-laki 

تَسَاۤءَلُوْنَ

الَّذِيْ

وَاتَّقُوا اللّٰهَ

 kamu saling meminta 

 yang 

bertakwalah kepada Allah

اِنَّ اللّٰهَ

 ۗوَالْاَرْحَامَ

بِهٖ

sesungguhnya Allah

dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan

dengan nama-Nya 

رَقِيْبًا

كَانَ عَلَيْكُمْ

 selalu menjaga dan mengawasimu

 terhadap kamu

Yā ayyuhan-nāsuttaqū rabbakumul-lażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa khalaqa minhā zaujahā wa baṡṡa minhumā rijālan kaṡīraw wa nisā'ā(n), wattaqullāhal-lażī tasā'alūna bihī wal-arḥām(a), innallāha kāna ‘alaikum raqībā(n).
ayat 1. Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.143) Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.

*) Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Adam a.s. dan Hawa tidak diciptakan melalui proses evolusi hayati seperti makhluk hidup lainnya, tetapi diciptakan secara khusus seorang diri, lalu diciptakanlah pasangannya dari dirinya. Mekanismenya tidak dapat dijelaskan secara sains. Selanjutnya, barulah anak-anaknya lahir dari proses biologis secara berpasangan-pasangan sesuai kehendak-Nya.

Qur'an Per Kata Surat An-Nisā' Ayat 1-10

اَمْوَالَهُمْ

الْيَتٰمٰىٓ

وَاٰتُوا

harta mereka

kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa)

dan berikanlah

 ۖبِالطَّيِّبِ

الْخَبِيْثَ

وَلَا تَتَبَدَّلُوا

dengan yang baik

yang buruk

 dan janganlah kamu menukar 

 ۗاِلٰٓى اَمْوَالِكُمْ

اَمْوَالَهُمْ

وَلَا تَأْكُلُوْٓا

bersama hartamu

harta mereka 

dan janganlah kamu makan 

كَبِيْرًا

كَانَ حُوْبًا

اِنَّهٗ

yang besar.

adalah dosa

sungguh (tindakan menukar dan memakan) itu 

Wa ātul-yatāmā amwālahum wa lā tatabaddalul-khabīṡa biṭ-ṭayyib(i), wa lā ta'kulū amwālahum ilā amwālikum, innahū kāna ḥūban kabīrā(n).
ayat 2. Berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka. Janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar.

فِى الْيَتٰمٰى

اَلَّا تُقْسِطُوْا

وَاِنْ خِفْتُمْ

terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya)

tidak akan mampu berlaku adil 

dan jika kamu khawatir 

مِّنَ النِّسَاۤءِ

مَا طَابَ لَكُمْ

فَانْكِحُوْا

dari perempuan (lain) 

yang kamu senangi

maka nikahilah 

 ۚوَرُبٰعَ

وَثُلٰثَ

مَثْنٰى

atau empat

atau tiga

dua

فَوَاحِدَةً

اَلَّا تَعْدِلُوْا

فَاِنْ خِفْتُمْ

maka (nikahilah) seorang saja 

tidak akan mampu berlaku adil

tetapi jika kamu khawatir 

ذٰلِكَ

 ۗاَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ

yang demikian itu 

atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki

 اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

اَدْنٰٓى

agar kamu tidak berbuat zalim

lebih dekat 

Wa in khiftum allā tuqsiṭū fil-yatāmā fankiḥū mā ṭāba lakum minan-nisā'i maṡnā wa ṡulāṡa wa rubā‘(a), fa in khiftum allā ta‘dilū fa wāḥidatan au mā malakat aimānukum, żālika adnā allā ta‘ūlū.
ayat 3. Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.

صَدُقٰتِهِنَّ

النِّسَاۤءَ

وَاٰتُوا

maskawin (mahar) 

perempuan (yang kamu nikahi) 

dan berikanlah 

لَكُمْ

فَاِنْ طِبْنَ

 ۗنِحْلَةً

kepada kamu 

.jika mereka menyerahkan 

(sebagai) pemberian yang penuh kerelaan

نَفْسًا

عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ

(dengan) senang hati

sebagian dari (maskawin) itu 

هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا

فَكُلُوْهُ

dengan senang hati

maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu 

Wa ātun-nisā'a ṣaduqātihinna niḥlah(tan), fa in ṭibna lakum ‘an syai'im minhu nafsan fa kulūhu hanī'am marī'ā(n).
ayat 4. Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.

اَمْوَالَكُمُ

السُّفَهَاۤءَ

وَلَا تُؤْتُوا

 harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu

kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya

dan janganlah kamu serahkan 

لَكُمْ

جَعَلَ اللّٰهُ

الَّتِيْ

bagi kamu

dijadikan Allah 

 yang 

وَّارْزُقُوْهُمْ فِيْهَا

قِيٰمًا

berilah mereka belanja 

(sebagai) pokok kehidupan

وَقُوْلُوْا

وَاكْسُوْهُمْ

dan ucapkanlah

dan pakaian dari (hasil harta itu) 

مَّعْرُوْفًا

قَوْلًا

لَهُمْ

yang baik

 perkataan 

 kepada mereka

Wa lā tu'tus-sufahā'a amwālakumul-latī ja‘alallāhu lakum qiyāmaw warzuqūhum fīhā waksūhum wa qūlū lahum qaulam ma‘rūfā(n).
ayat 5. Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan)-mu yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupanmu. Berilah mereka belanja dan pakaian dari (hasil harta) itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.

حَتّٰىٓ

الْيَتٰمٰى

وَابْتَلُوا

sampai

anak-anak yatim itu 

dan ujilah 

فَاِنْ اٰنَسْتُمْ

النِّكَاحَۚ

اِذَا بَلَغُوا

kemudian, jika menurut pendapatmu 

 untuk menikah

 mereka cukup umur

فَادْفَعُوْٓا

رُشْدًا

مِّنْهُمْ

maka serahkanlah 


telah cerdas (pandai memelihara harta)

mereka

وَلَا تَأْكُلُوْهَآ

 ۚاَمْوَالَهُمْ

اِلَيْهِمْ

dan janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) 

 hartanya

kepada mereka

 ۗاَنْ يَّكْبَرُوْا

وَّبِدَارًا

اِسْرَافًا

sebelum mereka dewasa

dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menyerahkannya) 

melebihi batas kepatutan 

 ۚفَلْيَسْتَعْفِفْ

غَنِيًّا

وَمَنْ كَانَ

maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) 

mampu

barangsiapa saja (di antara pemelihara itu) 

فَلْيَأْكُلْ

فَقِيْرًا

وَمَنْ كَانَ

maka bolehlah dia makan harta itu 

miskin

dan barangsiapa 

دَفَعْتُمْ

فَاِذَا

 ۗبِالْمَعْرُوْفِ

kamu menyerahkan

kemudian apabila 

menurut cara yang patut 

 ۗفَاَشْهِدُوْا عَلَيْهِمْ

اَمْوَالَهُمْ

اِلَيْهِمْ

maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi

 harta itu

 kepada mereka

حَسِيْبًا

بِاللّٰهِ

وَكَفٰى

sebagai pengawas

Allah 

dan cukuplah 

Wabtalul-yatāmā ḥattā iżā balagun-nikāḥ(a), fa in ānastum minhum rusydan fadfa‘ū ilaihim amwālahum, wa lā ta'kulūhā isrāfaw wa bidāran ay yakbarū, wa man kāna ganiyyan falyasta‘fif, wa man kāna faqīran falya'kul bil-ma‘rūf(i), fa iżā dafa‘tum ilaihim amwālahum fa asyhidū ‘alaihim, wa kafā billāhi ḥasībā(n).
ayat 6. Ujilah anak-anak yatim itu (dalam hal mengatur harta) sampai ketika mereka cukup umur untuk menikah. Lalu, jika menurut penilaianmu mereka telah pandai (mengatur harta), serahkanlah kepada mereka hartanya. Janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa saja yang fakir, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang baik. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Cukuplah Allah sebagai pengawas.

مِّمَّا

نَصِيْبٌ

لِلرِّجَالِ

dari harta

 (ada) hak bagian

bagi laki-laki

وَالْاَقْرَبُوْنَۖ

الْوَالِدٰنِ

تَرَكَ

 dan kerabatnya

kedua orang tua

  peninggalan 

مِّمَّا

نَصِيْبٌ

وَلِلنِّسَاۤءِ

dari harta

(ada) hak bagian (pula) 

 dan bagi perempuan 

وَالْاَقْرَبُوْنَ

الْوَالِدٰنِ

تَرَكَ

dan kerabatnya

kedua orang tua 

 peninggalan 

 ۗاَوْ كَثُرَ

مِمَّا قَلَّ مِنْهُ

maupun banyak

baik sedikit 

مَّفْرُوْضًا

نَصِيْبًا

yang telah ditetapkan

(menurut) bagian 

Lir-rijāli naṣībum mimmā tarakal-wālidāni wal-aqrabūn(a), wa lin-nisā'i naṣībum mimmā tarakal-wālidāni wal-aqrabūna mimmā qalla minhu au kaṡur(a), naṣībam mafrūḍā(n).
ayat 7. Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan.

اُولُوا الْقُرْبٰى

وَاِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ

 beberapa kerabat

dan apabila sewaktu pembagian itu hadir

وَالْمَسٰكِيْنُ

وَالْيَتٰمٰى

dan orang-orang miskin

dan anak-anak yatim

وَقُوْلُوْا

مِّنْهُ

فَارْزُقُوْهُمْ

 dan ucapkanlah 

 sebagian dari harta itu (sekadarnya)

maka berilah mereka

مَّعْرُوْفًا

قَوْلًا

لَهُمْ

 yang baik

 perkataan

kepada mereka

Wa iżā ḥaḍaral-qismata ulul-qurbā wal-yatāmā wal-masākīnu farzuqūhum minhu wa qūlū lahum qaulam ma‘rūfā(n).
ayat 8. Apabila (saat) pembagian itu hadir beberapa kerabat,*) anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, berilah mereka sebagian dari harta itu**) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.

*) Maksudnya adalah kerabat yang tidak mempunyai hak waris dari harta warisan.
**) Pemberian sekadarnya tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan.

لَوْ تَرَكُوْا

الَّذِيْنَ

وَلْيَخْشَ

sekiranya mereka meninggalkan 

orang-orang yang 

dan hendaklah takut (kepada Allah)

ضِعٰفًا

ذُرِّيَّةً

مِنْ خَلْفِهِمْ

yang lemah

 keturunan

di belakang mereka

فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ

عَلَيْهِمْۖ

خَافُوْا

sebab itu, hendaklah bertakwalah kepada Allah 

terhadapnya (kesejahteraanya)

yang mereka khawatir 

سَدِيْدًا

قَوْلًا

وَلْيَقُوْلُوْا

yang benar

(dengan) tutur kata 

dan hendaklah mereka berbicara

Walyakhsyal-lażīna lau tarakū min khalfihim żurriyyatan ḍi‘āfan khāfū ‘alaihim, falyattaqullāha walyaqūlū qaulan sadīdā(n).
ayat 9. Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya).

اَمْوَالَ

يَأْكُلُوْنَ

اِنَّ الَّذِيْنَ

harta 

memakan 

sesungguhnya orang-orang yang 

اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ

ظُلْمًا

الْيَتٰمٰى

 sebenarnya mereka itu menelan 

(secara) zalim

anak yatim 

 ۗنَارًا

فِيْ بُطُوْنِهِمْ

api 

dalam perutnya 

 ࣖسَعِيْرًا

وَسَيَصْلَوْنَ

 ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)

dan mereka akan masuk

Innal-lażīna ya'kulūna amwālal-yatāmā ẓulman innamā ya'kulūna fī buṭūnihim nārā(n), wa sayaṣlauna sa‘īrā(n).
ayat 10. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).